Presiden Indonesia

Sekang Wikipedia, Ensiklopedia Bebas sing nganggo Basa Banyumasan: dhialek Banyumas, Purbalingga, Tegal lan Purwokerto.


Presiden Republik Indonesia

Lambang Presiden Republik Indonesia
Petahana
Joko Widodo

sejak 20 Oktober 2014
Kediaman resmi Istana Negara
Istana Merdeka
Istana Bogor
Istana Cipanas
Gedung Agung
Istana Tampaksiring
Menjabat selama 5 tahun, seuwise teyeng dipilih maning tapi mung sepisan thok
Pemegang pertama Sukarno
Dibentuk 18 Agustus 1945
Situs web www.presidenri.go.id
Indonesia

Artikel kiye kuwe bagiané sekang seri:
Politik lan pemerentahan
Indonesia




Negara liyané · Atlas
 Portal politik

Wewenang, kewajiban, dan hak[sunting | besut sumber]

Wewenang, kewajiban, dan hak antara lain:

  • Memegang kekuasaan Pemrintahan menurut UUD
  • Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
  • Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
  • Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)
  • Menetapkan Peraturan Pemerintah
  • Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
  • Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
  • Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
  • Menyatakan keadaan bahaya.
  • Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
  • Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
  • Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
  • Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
  • Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
  • Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
  • Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR
  • Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
  • Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

Pemilihan[sunting | besut sumber]

Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sebelumnya, Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara.

Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya. Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.

Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

Pemilihan Wakil Presiden yang lowong[sunting | besut sumber]

Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, Presiden mengajukan 2 calon Wapres kepada MPR. Selambat-lambatnya, dalam waktu 60 hari MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wapres.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lowong[sunting | besut sumber]

Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden keduanya berhalangan tetap secara bersamaan, maka partai politik (atau gabungan partai politik) yang pasangan Calon Presiden/Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres sebelumnya, mengusulkan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden kepada MPR.

Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari, MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Pelantikan[sunting | besut sumber]

Sesuai dengan Pasal 9 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Jika MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :

"Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden) :

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Pemberhentian[sunting | besut sumber]

Usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR.

Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR), DPR dapat mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.

Jika terbukti menurut UUD 1945 pasal 7A maka DPR dapat mengajukan tuntutan impeachment tersebut kepada Mahkamah Konstitusi RI kemudian setelah menjalankan persidangan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi RI dapat menyatakan membenarkan pendapat DPR atau menyatakan menolak pendapat DPR.[1] dan MPR-RI kemudian akan bersidang untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut.

Deleng uga[sunting | besut sumber]

Referensi[sunting | besut sumber]

  1. Pasal 83 ayat (2) UU MK

Pranala jaba[sunting | besut sumber]