Surya Lesmana
right|thumb|Surya Lesmana Liem Soei Liang alias Surya Lesmana 列姆隋亮 (lair nang Balaraja, Tangerang, 20 Mei 1944 – seda nang Glodok, Jakarta Barat, 8 Agustus 2012 dong umure 68 taun[1]) adalah seorang pemain sepak bola terkenal Indonesia di era tahun 1960an. Ia memperkuat tim nasional PSSI selama 10 tahun (1963-1972) dan Persija Jakarta selama 14 tahun (1962-1975). Ketika masa jayanya, Surya Lesmana dikenal sebagai gelandang jempolan yang memiliki kemampuan menyerang ataupun bertahan sama baiknya.
Surya Lesmana mengawali karier sepak bola di Klub Union Makes Strength (UMS) pada tahun 1958, seangkatan dengan Mulyadi (Tek Fong). Di bawah bimbingan pelatih Endang Witarsa (Lim Soen Joe) kemampuannya semakin terasah. Karena kemampuan individunya yang bagus, Ia kemudian diminta bergabung dengan Persija Jakarta pada tahun 1962 dan kemudian diminta memperkuat tim nasional pada tahun 1963. Namanya kian tersohor seiring dengan kariernya yang mulus dan menjadi pujaan banyak orang.
Surya Lesmana pensiun dari tim nasional pada tahun 1973. Namun namanya tak lantas hilang dari dunia sepak bola tanah air. Kepiawaiannya mengolah kulit bundar membuat klub-klub asing masih meliriknya. Surya mencatatkan diri sebagai salah satu pelopor pemain Indonesia yang merumput di luar negeri. Ia dikontrak sebagai pemain klub Mac Kinan Hongkong selama satu musim pada tahun 1974 dengan gaji HK$ 2.000 per bulan, jumlah yang cukup besar kala itu.
Kejayaan seringkali membuat orang menjadi lupa diri, demikian juga dengan Surya Lesmana. Pada masa keemasannya Ia tenggelam bersama kesenangan duniawi. Surya menghambur-hamburkan semua penghasilan yang diperoleh dari bermain bola. Pada massa tuanya, Ia hidup sebatang kara. Ia tidak memiliki rumah ataupun kendaraan dan tidak menikah. Bahkan Ia harus tinggal menumpang di rumah orang di Gang Kancil, kawasan Glodok, Jakarta Barat. Ia tinggal secara cuma-cuma karena jasanya mendidik anak pemilik rumah dan anak-anak di lingkungan sekitar dalam bermain bola. Surya tidak mau menyesali terus keadaannya saat ini. "Kita harus terima keadaan ini dengan lapang dada dan besar hati," ujarnya.
Surya masih tetap menggeluti sepak bola, dunia yang pernah melambungkan sekaligus menenggelamkan nasibnya. Ia masih bermain bola bersama para manusia lanjut usia di lapangan UMS. Rutinitas lain yang dilakoni lelaki ini adalah mengunjungi teman-teman lama seangkatannya. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol dan bercerita mengenang masa lalu. Dengan alasan berolahraga, Ia berjalan kaki hingga belasan kilometer atau bahkan dua jam untuk sampai ke sana. "Saya sering jalan sampai ke Komdak, Slipi, atau Cempaka Putih. Tapi, kalau sudah siang, saya naik bus," ujarnya.
Sampai saat ini Surya bersama dengan Mulyadi menjadi pelatih di klub UMS di kawasan Petak Sin Kian, Mangga Besar. Anak keempat dari enam bersaudara ini tidak mempunyai pekerjaan lain. Setiap hari Surya menghabiskan waktunya mengawasi latihan anak-anak sekolah sepak bola dengan imbalan ala kadarnya. Meskipun harus menghadapi getirnya hidup di usia senja, Ia masih berharap pemerintah mau memperhatikan nasibnya.
Penghargaan
[sunting | besut sumber]- Pemain sepak bola legendaris Indonesia versi Copa Indonesia Dji Sam Soe
Prestasi
[sunting | besut sumber]- Juara Lion Cup 1970 di Singapura
- Juara Kings Cup 1969 di Thailand
- Juara Merdeka Games 1968 di Malaysia
- Juara Aga Khan Gold Cup 1966 di Bangladesh
- Juara Tiger Cup 2003 di Indonesia
Pranala luar
[sunting | besut sumber]Rujukan
[sunting | besut sumber]- ↑ "Legenda sepakbola Indonesia Surya Lesmana meninggal". bolaindo.com. http://www.bolaindo.com/2012/08/08/legenda-sepakbola-indonesia-surya-lesmana-meninggal/. Diakses pada 9 Agustus 2012.